Rabu, 27 Januari 2010

Polres Tolak Tangguhkan Penahanan Lima Pejabat

Wednesday, 27 January 2010
SAMOSIR (SI) – Kepolisian Resor (Polres) Samosir menolak menangguhkan penahanan kelima pejabat eselon II dan III Pemkab Samosir yang tertangkap basah bermain judi di sebuah rumah di Jalan Pintu Sona, Pangururan, Samosir Minggu (24/1) sekitar pukul 21.00 WIB lalu.

Kepala Kepolisian Resor (Polres) Samosir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Aiman Syafruddin mengatakan, Polri telah berkomitmen untuk memberantas judi.Karena itu, polisi akan memproses kasus judi tanpa membeda- bedakan warga. “Seluruh warga Indonesia memiliki kesamaan hak di mata hukum. Jadi jangan karena mereka pejabat, kami akan memberikan penangguhan penahanan. Kami sudah berkomitmen menuntaskan seluruh kasus judi,” kata Aiman Syafruddin kepada Harian Seputar Indonesia, kemarin.

Saat ini kelima tersangka, yakni Kepala Dinas Kependudukan Amas Siboro, Kepala Inspektur Pemkab Tombor Simbolon, Kepala Kantor Keluarga Berencana (KB) Emron Tunip, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Marsinta Sitanggang dan Staf Ahli Bupati Tanpu Manik masih dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pangururan. Kelima tersangka yang diamankan Polres Samosir bersama barang bukti berupa dua set kartu joker dan uang sebesar Rp1,7 juta, akan mendapat perlakuan hukum yang sama dengan para tersangka pelaku pidana judi lainnya.

Kelima pejabat tersebut dijerat dengan Pasal 303 KUHP subsider 303 dengan sanksi penjara maksimal 5 tahun. “Jadi tidak ada keistimewaan dan tidak ada kewajiban kepolisian memberikan penangguhan penahanan kepada pejabat mana pun,jika memang sudah terbukti bersalah,” katanya. Polres Samosir juga akan mengembangkan kasus ini. Jika nantinya polisi menemukan ada pihak yang menyediakan tempat bagi kelima pejabat itu bermain judi, maka pemilik rumah pun akan ditahan. “Itu memang sudah komitmen kami untuk memberantas judi sampai ke akarakarnya. Jadi kami tidak akan bermain-main dalam penuntasan judi,” tegasnya.

Sementara itu Bupati Samosir Mangidar Simbolon, melalui Kepala Bagian Humas dan Keprotokolan Tumpal Malau mengatakan, sejauh ini Pemkab Samosir sedang mempertimbangkan pemberian sanksi terhadap kelima pejabatnya yang telah mencoreng citra Pemkab Samosir.Namun sanksi baru bisa dilakukan setelah ada keputusan hukum tetap terhadap kelimanya. “Semua akan memiliki sanksi, dan Bupati nantinya akan melihat sejauh mana pelanggaran yang mereka lakukan.Yang pasti kami sangat kecewa dengan perilaku mereka,” paparnya.

Tumpal menegaskan, bupati sangat mendukung upaya kepolisian dalam menegakkan supremasi hukum di Bona Pasogit Samosir. Sebab, pemberantasan judi merupakan bagian dari upaya hukum untuk menciptakan suasana yang kondusif di daerah ini. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Samosir Lundak Sagala berharap Pemkab Samosir mengambil sikap yang tegas terhadap lima pejabat eselon II dan III Pemkab Samosir itu. Pasalnya, prilaku yang dilakukan sejumlah pejabat eselon tersebut telah mencoreng wajah pemerintahan. Semestinya, sebagai pejabat pemerintahan, mereka mengayomi dan mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari penyakit sosial seperti judi.

“Bupati selaku pimpinan harus mengambil sikap tegas serta melakukan pembinaan terhadap jajarannya. Ini kan perusakan citra pemerintahan yang seharusnya ikut mengkampanyekan gerakan anti judi,” terang Lundak Sagala, kemarin. Lundak yang berasal dari Partai PIB tersebut menjelaskan, sejauh ini DPRD sendiri belum mengambil sikap terhadap kasus penahanan kelima pejabat tersebut, meskipun anggota Dewan Samosir sudah mengetahui penangkapan lima pejabat eselon tersebut.

Secara pribadi,Lundak Sagala mengaku sangat mendukung pemberantasan judi di negara ini, khususnya di kawasan Samosir yang merupakan kawasan tertua dalam peradaban budaya Batak. “Judi dan narkoba itu kan paku mati harus diberantas.Coba kita lihat, apa yang menjadi penilaian masyarakat nantinya. Pemerintahnya saja melakukan prilaku yang melanggar hukum, bagaimana nantinya dengan warga yang seharusnya mendapat pembinaan,” katanya. Meskipun begitu, Lundak Sagala juga mengingatkan bahwa dalam kebiasaan masyarakat Batak, ada semacam pemahaman yang mengijinkan permainan judi ini dilakukan dalam acara tertentu.

Contohnya dalam acara menjagai seorang ibu yang melahirkan dan dikenal dengan istilah “melekmelehan”. Karena itu, polisi diminta membedakannya dengan perbuatan judi yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat untuk mencari keuntungan pribadi. “Meskipun bukan bagian dari budaya yang wajib, tetapi ini kan bukan sebuah prilaku tindak pidana judi sebagaimana yang umum dilakukan.Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan para pejabat eselon kita,” paparnya.

Hukuman Harus Maksimal

Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut) Nurul Azhar menilai,masih adanya pejabat publik yang melakukan tindakan tercela, seperti judi, disebabkan tidak adanya sanksi berat atas perbuatan mereka. Sehingga, tidak ada efek jera yang menjadi pertimbangan bagi pejabat publik lainnya. “Karena itu penegak hukum jangan menjatuhkan hukuman yang rendah. Mereka ini kan seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat,” kata Nurul di Medan, kemarin, menanggapi tertangkapnya lima pejabat Pemkab Samosir itu.

Selain sanksi pidana, Nurul juga berharap agar bupati sebagai atasan memberikan sanksi berat atas pelanggaran yang dilakukan pejabat ini. Persoalan utama dalam masalah ini adalah moralitas pejabat. Sebagai pejabat yang sudah diambil sumpahnya, tindakan mereka telah mencoreng nama baik pemerintah setempat. Sebagai pejabat publik dan menikmati pendapatan dari dana masyarakat, mereka seharusnya bisa sadar bahwa judi adalah perbuatan yang melanggar norma. “Kalau perlu dipecat saja. Seharusnya mereka ini kan melayani masyarakat.

Dana yang digunakan bermain judi juga perlu dipertanyakan,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan ini. Dia juga berharap agar dalam menangani kasus ini, penegak hukum benar-benar objektif dan lepas dari berbagai intervensi pihak manapun. Sosiolog dari Universitas Sumatera Utara (USU) Badaruddin mengatakan, kasus judi yang melibatkan lima pejabat esolan II dan II Pemkab Samosir ini membuktikan pengawasan yang tak berjalan serta lemahnya sanksi hukum jika berhadapan dengan pejebat tertentu.

Kasus judi yang melibatkan pejabat struktural maupun politisi di daerah yang terus berulang menjadi bukti tidak ada efek jera yang bisa membuat prilaku tersebut hilang atau berkurang. hal ini ditambah lagi dengan sistem pengawasan yang masih lemah, khususnya untuk pejabat daerah. “Ini sudah jadi tabiat karena fungsi hukum serta pengawasannya tidak berjalan,” ujar Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU itu. Badaruddin mengatakan perilaku judi di kalangan pejabat hanya bisa dihilangkan jika sanksi hukum yang berlaku lebih berat bagi pejabat yang punya kedudukan.

Sebab, sebagai aparat pemerintah daerah, tentunya punya kewajiban moral untuk menjaga sikap dan menjadi contoh bagi masyarakat. Jadi, jika melakukan kesalahan, seharusnya pejabat mendapatkan ganjaran yang lebih berat dari masyarakat biasa yang melakukannya. Namun yang terjadi di daerah justru sebaliknya.Pejabat tertentu maupun politisi cenderung mendapat keringanan hukuman jika melakukan pelanggaran hukum. Bahkan banyak proses hukum yang tidak jelas karena diselesaikan melalui jalur perdamaian.

“Kita lihat saja beberapa kasus judi sebelumnya sering tak pernah kedengaran bagaimana penyelesaian dan saksinya. Begitu juga mungkin dengan kasus ini. Belum ada yang bisa memberikan efek jera,” tandasnya. (baringin lumban gaol/rijan irnando purba/m rinaldi khair)
sumber:Harian Seputar Indonesia

Tidak ada komentar: